NAMA : ERIKA
BUDI H.
KELAS : 1TB03
NPM : 22316362
MUDIK LEBARAN
Memang sampai sekarang mudik masih
menjadi fenomena di kalangan indonesia. Karena mudik adalah kegiatan setiap
orang melakukan perantau untuk kembali ke kampung halamannya. Mudik di
Indonesia sangat identik dengan tradisi setiap tahun yang terjadi menjelang
Lebaran. Bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia, khususnya orang Jawa,
Mudik boleh dikatakan sebuah tradisi Indonesia yang sering dilakukan dari zaman
sampai zaman sekarang. Yang membuat pada saat itulah ada kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan keluarga – keluarga , saudara , dan teman lama yang
terjadi ketika lebaran.
Tahukah anda
Mudik diambil dari kata “udik” yang artinya kampung atau jauh dari kota.
Entah sejak kapan tradisi mudik yang pulang kampung ke halman masing – masing
di indonesia dimulai . Tetapi menurut seseorang budayawan Jacob
Soemardjo, mudik ialah tradisi primordial masyarakat – masyarakat Jawa
yang sudah mengenal tradisi yang sudah lama ini jauh sebelum berdiri
Kerajaan besar Majapahit untuk membersihkan kuburan keluarga dan berdo’a
bersama untuk dewa-dewa di kahyangan untuk meminta pertolongan keselamatan
kampung halamannya yang sangat rutin dilakukan satukali dalam satu tahun.
Kebiasaan membersihkan kuburan dan berdoa bersama di kuburan keluarga masing –
masing sewaktu pulang kampung sampai saat ini teradisi tersebut
masih banyak ditemukan di daerah Jawa.
Budaya mudik
tersebut merupakan suatu nilai sosial positif bagi orang Indonesia,
karena dengan pulang kampung yang berguna untuk memperkuat nilai silaturahmi
terhadap keluarga. Anda pastinya ada acara yang dilakukan ketika mudik
khususnya menjelang lebaran ini bukan hanya menjadi milik umat muslimah
maupun muslimin yang akan merayakan idul fitri bersama keluarga, tetapi telah
menjadi milik “masyarakat indonesia” seluruhnya. karena pada dasarnya
bersilaturahmi adalah sebuah hakikat dari kehidupan manusia sebagai makhluk
sosial. karena manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang tidak akan
dapat hidup tanpa orang lain, meskipun manusia adalah individu yang boleh
menetukan tujuan hidupnya sendiri.
Selain
melakukan bersilaturahmi, mudik juga merupakan momen – momen dimana untuk
menunjukkan sebuah eksistensi para pemudik terhadap orang lain. Dengan bertemu
keluarga, mereka bisa menunjukkan sampai sejauh mana hasil jerih payah mencapai
taraf hidup di perantauan. meskipun ajang “pamer” ini cenderung berdampak
negatif. para perantau rela menghabisi tabungannya,disaat jerih payahnya selama
dia merantau untuk menunjukkan “keberhasilan” kepada keluarga mereka dan
tetangga. Tidak heran penjual handphone dan motor/mobil sangat laris ketika
mendekati hari lebaran.
Sebetulnya
pulang kampung bukan hanya terjadi di Indonesia, namun juga terjadi di luar
Negeri seperti Eropa atau Amerika, yang memiliki tradisi berkumpul untuk makan
bersama dengan keluarga besar mereka pada saat malam natal. Walaupun mobilisasi
yang ada tidak sehebat “pulang kampung” di indonesia. diperkirakan mobilitas
mudik di indonesia, adalah mobilisasi penduduk terbesar di dunia setiap
tahunnya.
Setiap negara memiliki tradisi yang
berbeda didalam merayakan hari raya Idul Fitri. Seperti di Arab Saudi berbeda
dengan Indonesia. Kendati Islam adalah agama mayoritas dan penerapan syariat
sangat ketat, namun tetap saja perayaan Idul Fitri tidak semeriah di Tanah Air.
Syarif Rahmat, warga Negara
Indonesia yang 10 tahun bermukim di Arab Saudi, merasakan suasana berbeda
perayaan Idul Fitri di jazirah Arab itu. Yang membedakan Idul Fitri di
Indonesia dengan di Arab Saudi. Pertama, di Arab Saudi, tidak mengenal tabuh
‘beduk’. Beda di Indonesia, malam takbiran, masyarakat mulai anak-anak hingga
orang dewasa larut dalam kegembiraan dengan menabuh beduk di Masjid, Musholla
dan jalan raya.
“Di Indonesia ada beduk. Kalau disini tidak ada beduk.
Disini hanya takbir-takbir saja,” kata Syarif Rahmat, dalam perbincangan
bersama Radio Republik Indonesia, Jumat (17/7/2015).
Kedua, di Tanah Air, setelah Shalat
Ied biasanya saling mengunjungi sanak keluarga, dan tetangga bahkan keliling
kampung untuk bersilaturahmi. Sementara di Arab Saudi, sebaliknya. Selesai
shalat langsung kembali ke rumah masing-masing. Aktivitas di lakukan pada malam
hari, itu pun hanya mengunjungi kelurga terdekat.
Ketiga, soal makanan. Di Indonesia
menu utama adalah ketupat dan daging sapi atau ayam. Sementara di rumah orang
Arab, justru lebih banyak makanan manis seperti cokelat.
“Jadi siap-siap saja dengan penyakit
gula. Di Arab, pertama yang disajikan adalah kopi arab dan kurma. Warna
kopinya itu bukan hitam tetapi hijau kekuningan. Disini juga ada kunafa,
sejenis mie kering yang ditimpa dengan susu kental”.
Bagi WNI yang ‘rindu’ dengan ketupat
dan opor, tenang saja di Arab Saudi, ratusan toko menjual makanan khas
Indonesia. Di wisma KBRI juga biasanya disediakan untuk memanjakan WNI.
Adapun perbedaan yang paling
mencolok adalah tradisi mudik. Di Arab tidak dikenal tradisi mudik. “Tidak ada
tradisi mudik. Disini lebaran dan tidak lebaran sama saja. Begini-begini saja.
Di sini tidak mudik. Biasanya hari kedua masyarakat Arab pergi ke luar kota
untuk liburan tapi sebentar. Misal ke daerah pegunungan di Thaif,” terangnya.
Sumber: rri.co.id
0 komentar:
Posting Komentar