Kamis, 23 Maret 2017

ILMU BUDAYA DASAR: Budaya Betawi

Suku Betawi adalah sebuah suku bangsa di Indonesia yang penduduknya umumnya bertempat tinggal di Jakarta. Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta dan bahasa Melayu Kreol yang digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya. Sejumlah pihak berpendapat bahwa Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa pada masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Melayu, Jawa, Arab, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, dan Tionghoa.

Keberadaan budaya Betawi termasuk kesenian tradisionalnya merupakan asset wisata. Kebudayaan tersebut terdiri dalam beragam bentuk seperti tari-tarian, teater, nyanyian, musik, dan sebagainya. Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari yang digunakan adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi. Dialek Betawi sendiri terbagi atas dua jenis, yaitu dialek Betawi tengah dan dialek Betawi pinggir. Dialek Betawi tengah umumnya berbunyi "é" sedangkan dialek Betawi pinggir adalah "a". Dialek Betawi pusat atau tengah seringkali dianggap sebagai dialek Betawi sejati, karena berasal dari tempat bermulanya kota Jakarta.

Kesenian Betawi sangat dipengaruhi oleh kesenian Barat, Tionghoa, Arab, Melayu, dan Sunda. Akan tetapi, bagaimanapun kuatnya pengaruh tersebut, aura kesenian yang dihasilkan tetap khas budaya Betawi.

Menurut data yang diperoleh dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, ada empat kesenian khas Betawi yang paling populer dan dijadikan tradisi menyambut tamu negara. Empat kesenian itu adalah Ondel-ondel, Tanjidor, Tari Blenggo, dan Tari Lenggang Nyai.

Ondel-ondel adalah manekin raksasa yang tak dapat dipisahkan dari budaya Betawi dan Ikon Jakarta. Tingginya sekitar 2 meter. Ondel-ondel biasanya tampil berpasangan, sang pria mengenakan topeng merah dengan kumis dan cambang serta pakaian berwarna gelap. Sementara si wanita bertopeng putih dengan gincu merah dan menggunakan pakaian berwarna terang. Keduanya dilengkapi hiasan kepala khas Melayu bernama Kembang Kelapa. Agar bisa dimainkan dan tampak hidup, ondel-ondel dibuat dari rangka bambu yang memungkinkan orang membawanya dari dalam. Ondel-ondel biasanya ditampilkan pada sebuah arak-arakan dalam sejumlah acara, seperti pernikahan atau sunatan. Arak-arakan semakin meriah karena ada irama tanjidor atau gambang kromong yang mengiringinya.

Musik Tanjidor Betawi ternyata dilahirkan dari perkebunan Belanda yang terletak di pinggiran Batavia seperti Depok, Cibinong, Bogor, Bekasi, dan Tangerang. Yang memainkannya adalah budak-budak seraya mempersembahkan pertunjukan untuk menir-menir Belanda. Saat perbudakan dihapus pada abad ke-19, kelompok tanjidor tetap bermusik dengan cara mengamen demi mendapatkan penghasilan. Pengaruh Eropa tampak jelas dari penggunaan alat musik seperti terompet, bas, klarinet, dan simbal. Saat ini tandijor sudah melebur dengan musik tradisional Melayu, yaitu gembang kromong yang menggunakan rebana, beduk, gendang, kempul, dan masih banyak lagi.

Tarian belenggo biasa ditarikan oleh para penari pria di tengah-tengah para pemain musik. Gerakan tari belenggo merupakan perpaduan antara tari dan silat yang lebih banyak menampilkan gerak langkah dan membungkuk. Gerak tari belenggo diambil dari gerak dasar pencak silat sehingga seorang penari belenggo juga harus menguasai ilmu pencak silat. Panjang atau pendeknya tari belenggo bergantung pada jurus-jurus yang dikuasai oleh sang penari, apabila ia menguasai jurus-jurus silat Cimande maka gerakan-gerakan tari yang akan ia tampilkan juga akan serba pendek tapi bila si penari menguasai silat Cikalong maka gerak tari yang akan ia peragakan juga panjang.

Tari Lenggang Nyai adalah salah satu kesenian tari masyarakat Betawi di Jakarta yang terinspirasi dari kisah hidup Nyai Dasimah. Menurut sejarahnya, Tari Lenggang Nyai ini di ciptakan oleh seorang seniaman tari dari Yogyakarta bernama Wiwik Widiastuti. Karena kecintaannya pada kesenian tari di Indonesia dan kebudayaan Betawi membuat seniman ini menciptakan sebuah kreasi tarian baru berlatar belakang cerita rakyat Betawi yaitu cerita Nyai Dasimah. Nama Tari Lenggang Nyai sendiri berasal dari kata “lenggang” yang berarti “melengak – lengok” dan kata “nyai” yang di ambil dari cerita Nyai Dasimah.
Tari Lenggang Nyai
Selain keempat kesenian tersebut, masih banyak lagi macam-macam kesenian lainnya. Selain seni tari, Betawi juga memiliki budaya dan kesenian lainnya seperti seni musik, seni peran, dan cerita rakyat.

Beberapa contoh seni musik Betawi yaitu Keroncong, Gambang kromong, dan Rebana.Sedangkan beberapa jenis seni tari Betawi yaitu Tari samrah, Tari cokek, Tari zapin, Tari topeng betawi, Tari blenggo, Tari yapong, dan Tari cokek. Lalu beberapa jenis seni peran Betawi yaitu Lenong, Tonil, Shahibul Hikayat (teater tutur), Gambang Rancang (teater tutur), dan Wayang Kulit Betawi.

Ada pula berbagai macam cerita rakyat Betawi yang cukup melegenda di kalangan masyarakat luas yakni Si Pitung (jawara Betawi), Nyai Dasima, Murtado Macan Kemayoran, dan Si Jampang (jawara Betawi).

Adat Betawi tentunya memiliki baju adat khas Betawi yang berbeda untuk perempuan dan laki-laki. Pakaian adat laki-laki orang Betawi berupa tutup kepala yang biasa disebut dengan destar atau liskol. Baju jasnya menutup leher (jas tutup) dan mengenakan celana panjang batik. Selembar kain batik atau lockan melingkar pada bagian pinggang dan sebilah belati diselipkan di depan perut. Sedangkan adat wanitanya berupa kebaya dilengkapi selendang panjang nan menutup kepala serta kain batik.
Berbeda dengan baju adat pengantin pria yang terdiri dari sorban, jubah panjang, dan celana panjang. Komposisi ini banyak dipengaruhi kebudayaan Arab. Baik pengantin pria maupun pengantin wanita mengenakan terompah (alas kaki). Motifnya banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Arab. Kebudayaan China lebih mempengaruhi baju adat pengantin wanita. Si pengantin tampak anggun mengenakan yangko (penutup muka), dengan pakaian model encim dan rok panjang. Tampak peniti rante dan ikat pinggang dari bahan emas atau perak melengkapi busana.

Untuk hidangan khas tentu lah Betawi juga punya miliknya sendiri, yakni Bir Pletok yang terkenal di kalangan masyarakat luas. Bir pletok ialah minuman unik orang Betawi. Minuman yang diadopsi dari barat ini memiliki cita rasa tersendiri. Bir peletok berbahan dasar jahe, bisa menghangatkan dan menyehatkan badan. Disebut bir pletok, sebab syahdan saat dimasak bir ini mengeluarkan bunyi "pletak-pletok". Sementara jenis makanan tradisional khas etnik Betawi di antaranya sayur babanci (sayur 1.000 bumbu), gado-gado, geplak, dan kerak telor.

Sumber:
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Blogroll

About

BTemplates.com

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive