Selasa, 28 Maret 2017

ILMU BUDAYA DASAR : Love and Give

Love and Give

sumber : Google image


Berbicara tentang “cinta”, cinta adalah satu kata dengan sejuta makna. Sebuah kata yang di persepsikan berbeda oleh setiap mata dan pikiran manusia. Menurut etimologi cinta adalah perasaan simpati yang melibatkan emosi yang mendalam. Sedangkan Abraham Maslow dalam teori Hierarki Maslow, beranggapan bahwa cinta merupakan kebutuhan pada manusia. Dalam teori ini cinta berarti kasih sayang dan rasa terikat (to belong). Rasa saling menyayangi dan terikat satu sama lain, antara individu satu dengan individu lainnya. Maslow mengatakan bahwa kita semua membutuhkan rasa diingini dan diterima oleh orang lain. Ada yang memuaskan kebutuhan ini melalui berteman, berkeluarga, atau berorganisasi. Tanpa ikatan ini,kita akan kesepian.( sobur,2003:277)
Cinta membuat suka, duka ataupun buta. Cinta adalah sebuah keinginan untuk memberi tanpa harus meminta apa-apa, namun cinta akan menjadi lebih indah jika keduanya saling memberi dan menerima, sehingga kehangatan, keselarasan dan kebersamaan menjalani hidup dapat tercapai. Saya pribadi sebagai penulis lebih memilih untuk percaya pada konsep Give and Give jika dibandingkan dengan Take and Give dalam hal percintaan. Mengapa demikian? Karena hubungan, dengan prinsip Give and Give lebih mementingkan kepentingan bersama dibandingkan kepentingan pribadi, dimana hal itu sangat dibutuhkan dalam suatu hubungan. Setiap manusia pasti memiliki tingkat ego masing-masing, namun untuk menjalin hubungan yang sehat kita harus dapat bertoleransi dan saling pengertian kepada pasangan kita. Karena ketika kita sudah memilih untuk berbagi kehidupan dengan pasangan kita, dalam konteks ini teman, sahabat, ibu, ayah, pacar, suami maupun istri, kisah itu bukan lagi hanya tentang kita pribadi namun juga tentang pasangan kita. Bertoleransi dan pengertian adalah sebuah konsekuensi pahit yang berbuah manis jika kita telah memutuskan untuk menjalin suatu hubungan. Sebagai manusia memang sangatlah tidak mudah untuk bertoleransi, menurunkan ego, ataupun menerima hal-hal yang tidak kita sukai namun ada dalam pribadi pasangan kita. Namun disitulah hebatnya “cinta”, rela berkorban, mengalah untuk menang dan berjuang bersama-sama, lebih mengenal dan memperbaiki pribadi masing-masing untuk kepentingan bersama. Jadi hubungan antara 2 orang atau lebih harus dilandasi oleh dua hal tersebut dan dilakukan oleh keduanya secara seimbang. Tidak boleh ada yang merasa berjuang lebih banyak dari pada yang lainnya. Dalam hal ini unsur pendukung lainnya juga dibutuhkan, seperti percaya terhadap pasangan. Menurut saya pribadi Take and Give dalam percintaan terkesan lebih egois. Karena didalam konsep itu ada satu pihak yang memberi dan pihak lainnya menerima. Alangkah egoisnya pihak yang hanya ingin menerima dan tidak memberi dan betapa malangnya pihak yang selalu memberi cinta tanpa menerimanya. Bukanlah arti sebuah cinta jika hanya berjuang sendirian. Karena hubungan yang baik harus dilandasi oleh kata “saling”. Saling membutuhkan, saling memahami, saling menerima, dan tentunya saling mencintai. Betapa sulitnya kita jika kita memberikan sesuatu, dengan harapan dapat menerima. Bayangkan, diri menjadi dihinggapi banyak kecemasan, banyak pengharapan, dan banyak kekecewaan ketika yang terjadi tidak sesuai dengan harap yang kita mau. Sebaliknya jika kita memberi tanpa adanya pengharapan, kita menjadi lebih tenang dan ikhlas. Ketika hal yang tidak kita harapkan dapat diberikan orang lain kepada kita, bayangkan betapa bahagianya. Jika ditelaah lagi, konsep dari Take and Give berarti “menerima dan memberi” sedangkan konsep Give and Give memiliki arti “memberi dan memberi” dalam hal tersebut dapat terlihat dengan jelas adanya unsur “saling” dalam konsep Give and Give, yaitu saling memberi. Oleh karena itu saya sebagai penulis lebih memilih Give and Give dibandingkan Take and Give.
Cinta dapat timbul antara 2 makhuk atau lebih, dapat datang secara tiba-tiba ataupun direncanakan dan tidak bisa di paksakan ataupun dibuat-buat. Suatu perasaan terdalam manusia yang membuatnya rela berkorban apa saja demi kebahagiaan orang yang dicintainya. Pengorbanannya yang tulus, tidak mengharap balasan. Cinta bukan saja hanya kepada pasangan suami dan istri, namun lebih luas lagi cinta atau kasih dapat di tujukan kepada siapa saja teman-teman, sahabat, ayah, ataupun ibu. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa kasih ibu sepanjang masa, betapa besarnya cinta kasih yang telah ia berikan untuk anak, suami dan keluarganya. Kasihnya tidak bisa digantikan walau dengan semua yang ada di bumi dan langit dan di antara keduanya. Kasihnya abadi sepanjang masa. Namun menurut penulis, kasih ibu kurang sesuai dengan konsep Give and Give yang kita bahas sebelumnnya. mengapa demikian? seperti pribahasa mengatakan “kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah”. Pribahasa terebut memang benar adanya, kasih ibu kepada anaknya tak akan pernah ada habisnya. Apapun yng terjadi, kasih ibu tetap tulus, putih, dan sakral terhadap anaknya. Namun, kasih sayang anak terhadap ibunya terkadang masih perlu di pertanyakan. Tak jarang anak yang lebih memilih atau mementingkan pasangannya ataupun dunianya sendiri daripada ibunya yang telah melahirkannya. Saya menganggap bahwa konsep Give and Give sangat cocok dan banyak diterapkan oleh para muda-mudi yang menjalin hubungan cinta atau yang lebih di kenal pacaran. Dalam fase ini penjajakan, pengenalan dan hal-hal dasar seperti itu harus sangat ditekankan. karena itulah fungsinya pacaran. Agar dua insan lebih mengenal dan menerima satu sama lain sebelum masuk ke fase yang lebih serius, yaitu pernikahan. Di fase ini memiliki beberapa tingkat atau masa. Pada awal pacaran, semuanya masih terasa indah, keduanya masih “malu-malu” kucing, rasa cinta mereka masih sangat tinggi dan merasa yakin bahwa mereka saling mencintai dan dicintai. Pada masa ini pasangan tersebut akan merasa seakan dunia hanya milik berdua, pasangan tersebut sedang dilanda kasmaran sehingga sifat buruk pada pasangan belum menjadi fokus mereka. Setelah lebih lama lagi berpacaran, sebuah pasangan akan masuk ke fase datar, dimana akal sehat akan mulai aktif bekerja. Mereka mulai dapat menilai pasangan secara obyektif. Ia tak akan ragu menyinggung, memperdebatkan, atau bahkan memarahi pasangannya jika berbuat kesalahan, mereka akan mulai berpikir kritis. Kelemahan demi kelemahan masing-masing pihak akan mulai nampak dan akan erat hubungannya dengan konflik atau pertengkaran-pertengkaran kecil, mulai dari perbedaan cara pandang hingga perbedaan kebiasaan yang tidak bisa disembunyikan lagi dapat menyulut sumbu pertengkaran. Pada fase ini diperlukan adanya titik temu, dimana keduanya dituntut untuk belajar memahami pola penyelesaian sesuai dengan karakter dan kebiasaan pasangan masing-masing. Disinilah konsep Give and Give harus mulai di terapkan, memberi dukungan dan toleransi pada fase ini dapat meyakinkan pasangan bahwa kamulah orang yang tepat. Terus berada di dekatnya dalam keadaan suka ataupun duka. Sedangkan jika konsep Take and Give yang kamu terapkan, itu akan menjadi boomerang untuk dirimu sendiri. Rasa berharap akan pemberian pasangan kita dan rasa kecewa yang timbul jika harapan tak berjalan sesuai keinginan hanya akan memperkeruh hubungan pasangan tersebut. Dan bukan tidak mungkin jika hal itu dapat menimbulkan akibat yang lebih fatal atau “putus”. Sehingga pada fase ini, diharakan untuk lebih bijak untuk mengambil keputusan. Fase ketiga adalah fase dimana kalian sudah melewati fase penuh emosi dan kebosanan, namun bukan berarti hubungan kalian aman. Kamu perlu mengerti satu sama lain pada level yang lebih dalam lagi. Sekarang kamu lebih peduli soal apa saja yang pasanganmu suka dan benci, perspektif dan penilaiannya, dan pada akhirnya kamu akan lebih peduli soal perasaannya padamu lebih dari apapun. Kamu percaya padanya sebagai pasangan dan sebagai manusia biasa. Kamu tahu bahwa pasanganmu bisa hebat meskipun sendirian namun tetap bersamamu melewati suka dan duka. Meskipun antusiasme kalian berdua sebagai pasangan tak lagi semeriah awal jadian, namun perlahan perasaan kalian mulai mengakar. Kalian mulai percaya satu sama lain. Dan fase terakhir yang harus di lalui setiap pasangan, ini adalah momentum kamu menemukan cinta yang bisa bertahan selamanya, cinta yang dalam dan perasaan luar biasa yang tak bisa dirasakan semua orang. Fase penemuan kembali ini menggambarkan ketiga fase sebelumnya. Ini adalah periode saat kamu merasa sangat membutuhkan kehadiran pasanganmu agar hari-harimu terasa menyenangkan. Ini adalah waktu ketika kamu tahu pasanganmu luar dalam namun tetap memutuskan untuk bersamanya. Ini adalah momen kamu bisa mempercayakan seluruh hidupmu padanya, mempercayakan seluruh cintamu untuknya karena kamu tahu hanya dia yang mampu. Akhirnya kamu belajar untuk tumbuh bersama dan menjadi dewasa bersama-sama. Kamu belajar untuk berbagi dan berkompromi, untuk menghargai perasaan dan kebutuhan satu sama lain. Kalian saling membutuhkan dan itu adalah perasaan yang luar biasa. Dan jika kalian bisa bersikap dewasa dan bijak, fase ini bisa bertahan selamanya.
Jadi cinta dan memberi memiliki hubungan yang sangat erat, dalam praktiknya “memberi” mendukung adanya cinta yang tulus tanpa berharap imbalan. Toleransi dan saling mengerti pun menjadi pendukung yang sangat dibutuhkan dalam menjalin hubungan cinta. Seperti yang sudah tertulis diatas, cinta itu dibutuhkan kata “saling”. Dan bukanlah cinta artinya jika hanya berjuang sepihak. Cinta itu tentang kebersamaan, bersama-sama berjuang, bersama-sama bersedih dan bersama-sama bahagia. Pada akhirnya kita berpikir bahwa bersama lebih bahagia.



Nama : Andini Fitriani
Kelas : 1TB03
NPM : 20316791
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Blogroll

About

BTemplates.com

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Archive