• FUNGSI KELUARGA DALAM MENCEGAH DAN MENGATASI NARKOBA
a.
Fungsi
Biologis
· Bimbingan tentang akibat pergaulan bebas dan
narkoba
· Bimbingan dan penjelasan tentang kesehatan
melalui diskusi, pemberian kepercayaan, dan rasa tanggung jawab.
b.
Fungsi
Pemeliharaan
· Untuk mencegah terulang kembali, perlu adanya
perhatian keluarga agar tidak terjerumus dalam narkoba
· Merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
tersebut.
c.
Fungsi
Ekonomi
Keluarga merupakan tempat pembinaan dan penanaman nilai-nilai
dan perencanaan keuangan keluarga agar terwujud keluarga sejahtera. Untuk
menjalankan fungsi ekonomi, keluarga berperan dalam :
·
Keteladanan dan bimbingan agar cermat, dan
hati-hati dalam membelanjakan uang
·
Keteladanan dan bimbingan agar taat waktu dan
taat aturan
·
Keteladanan dan bimbingan untuk membantu orang
yang membutuhkan
d.
Fungsi
Keagamaan
·
Mengajak anak dan anggota keluarga yang lain
dalam kehidupan beragama
·
Penerapan nilai-nilai moral dan nilai-nilai
keagamaan.
e.
Fungsi
Sosial
·
Penanaman dan pengembangan nilai-nilai toleransi
sehingga anak dapat memahami fungsi toleransi dalam kehidupan sehari-hari
·
Penanaman dan pengembangan sikap saling tolong
menolong
·
Keteladanan untuk saling menghormati dan
menghargai budaya lain
·
Penanaman dan pengembangan rasa kebersamaan dan
saling berbagi
• PENGGOLONGAN MANYARAKAT INDONESIA
Masyarakat
adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan,
norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya.
Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah yang dapat menjadi dasar kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri kehidupan yang khas. Dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu masyarakat, dapat digolongkan menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat maju.
Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah yang dapat menjadi dasar kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri kehidupan yang khas. Dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu masyarakat, dapat digolongkan menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat maju.
·
Masyarakat
Sederhana
Dalam lingkungan masyarakat sederhana (primitif) pola pembagian
kerja cenderung dibedakan menurut jenis kelamin. Kaum pria melakukan perkerjaan
yang berat seperti, menangkap ikan di laut, berburu, bertani, berternak, dan
menebang pohon. Sedangkan kaum wanita pekerjaan yang ringan-ringan seperti, mengurus
rumah tangga, mengasuh anak-anak, bercocok tanam, merajut, membuat pakaian dan
membersihkan rumah. Pembagian dalam bentuk lain tidak terungkap dengan jelas, sejalan
dengan pola kehidupan dan pola perekonomian masyarakat primitif atau belum
sedemikian rupa seperti pada masyarakat maju.
·
Masyarakat
Maju
Masyarakat maju memiliki aneka ragam kelompok sosial, atau lebih
akrab dengan sebutan kelompok organisasi kemasyarakatan yang tumbuh dan
berkembang berdasarkan kebutuhan serta tujuan tertentu yang akan dicapai. Dalam
lingkungan masyarakat maju dapat dibedakan sebagai kelompok masyarakat non
industri dan masyarakat industri.
1. Masyarakat Industri
Jika pembagian kerja bertambah kompleks, suatu tanda bahwa
kapasitas masyarakat semakin tinggi. Solidaritas didasarkan pada hubungan
saling ketergantungan antara kelompok-kelompok masyarakat yang telah mengenal
pengkhususan. Otonomi sejenis, juga menjadi ciri dari bagian atau
kelompok-kelompok masyarakat industri. Otonomi sejenis dapat diartikan dengan
kepandaian/keahlian khusus yang dimiliki seseorang secara mandiri.
Contoh-contoh : tukang roti, tukang sepatu, tukang bubur, tukang
las, ahli mesin, ahli listrik, tukang bakso, mereka dapat bekerja secara
mandiri. Dengan timbulnya spesialisasi
fungsional, makin berkurang pula, ide-ide kolektif untuk diekspresikan dan
dikerjakan bersama. Dengan demikian semakin komplek pembagian kerja, semakin
banyak timbul kepribadian individu.
Abad ke-15 sebagai pangkal tolak dari berkembang pesatnya
industrialisasi, terutama di daratan Eropa. Hal tersebut telah melahirkan
bentuk pembagian kerja antara majikan dan buruh. Laju pertumbuhan
industri-industri membawa konsekuensi memisahkan pekerja dengan majikan lebih
nyata. Akibatnya terjadi konflik-konflik yang tak dapat dihindari, kaum pekerja
membentuk serikat-serikat kerja/serikat buruh.
Perjuangan kaum buruh semakin meningkat, terutama di
perusahaan-perusahaan besar. Ketidakpuasan kaum buruh terhadap kondisi kerja
dan upah semakin meluas. Ketidakpuasan buruh menjadi bertambah, karena kaum
industrialis mengganti tenaga manusia oleh mesin-mesin.
2. Masyarakat
non industri
Masyarakat non industri bisa di bedakan menjadi 2 golongan yaitu kelompok primer dan kelompok sekunder
Kelompok
primer
Dalam kelompok primer, interaksi antar anggota terjalin
lebih intensif, lebih erat, lebih akrab. Kelompok primer ini disebut juga
kelompok ”face to face group”, sebab para anggota kelompok sering berdialog,
bertatap muka, karena itu saling mengenal lebih dekat, lebih akrab. Sifat
interaksi dalam kelompok-kelompok primer bercorak kekeluargaan dan lebih
berdasarkan simpati. Pembagian kerja atau pembagian tugas pada kelompok, yaitu
menerima serta menjalankan tugas tidak secara paksa, lebih dititik beratkan
pada kesadaran, tanggung jawab para anggota dan berlangsung atas dasar rasa
simpati dan secara sukarela. Contoh-contohnya adalah rukun tetangga, keluarga, kelompok
agama, kelompok belajar dan lain-lain
Kelompok
sekunder
Antaran anggota kelompok sekunder, terpaut saling hubungan tak
langsung, formal, juga kurang bersifat kekeluargaan. Oleh karena itu, sifat
interaksi, pembagian kerja, antar anggota kelompok diatur atas dasar
pertimbangan-pertimbangan rasional dan objektif. Kelompok sekunder dapat
dibagi dua yaitu : kelompok resmi (formal group) dan kelompok tidak resmi
(informal group). Inti perbedaan yang terjadi adalah kelompok tidak resmi tidak
berstatus resmi dan tidak didukung oleh Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah
Tangga (ART) seperti lazim berlaku pada kelompok resmi.
Kesenjangan Kelompok Kaya dan Miskin
di Indonesia Semakin Lebar
Bank Dunia
menyatakan dengan adanya perlambatan laju pengentasan kemiskinan, serta
pesatnya peningkatan kekayaan membuat kesenjangan antara kelompok kaya dan
kelompok miskin di Indonesia semakin melebar.
Laporan
Ekonomi Bank Dunia edisi Juli 2014 mengungkapkan bahwa Indonesia telah mencatat
kemajuan yang signifkan dalam pengentasan kemiskinan. Namun kemajuan tersebut
terjadi dalam beberapa dekade lalu. Pada 2002, rata-rata konsumsi per orang
dari 10 persen rumah tangga paling kaya adalah 6,6 kali lipat dibanding 10
persen rumah tangga yang paling miskin.
"Pada
2013, perbandingan ini telah meningkat menjadi 10,3 kali," kata
Ekonom Utama Bank Dunia Untuk Indonesia Ndiame Diop, dalam acara Laporan Bank
Dunia, di Jakarta, Senin (21/7/2014).
Menurutnya,
hal ini cukup mengkhawatirkan. Pertama karena peningkatan ketimpangan
mencerminkan keterbatasan akses terhadap kesempatan kerja yang tidak baik, dan
karenanya membatasi pertumbuhan dan pengentasan kemiskinan yang tengah
berlangsung.
Kedua,
hal ini meningkatkan keprihatinan akan kesetaraan, karena seluruh penduduk
Indonesia seharusnya memiliki akses terhadap kersempatan yang sama. Ketiga,
peningkatan ketimpangan dapat membawa risiko bagi pertumbuhan ekonomi dan
sosial pada masa depan.
Melalui
tindakan terpadu, Indonesia seharusnya dapat menghambat peningkatan
ketimpangan, termasuk dengan kebijakan yang saling mengguntungkan, yang
tidak hanya memberantas ketimpangan namun juga mendukung upaya pengentasan
kemiskinan.
"Perluasan
akses ke pendidikan yang berkualitas dan mobilitas pasar tenaga kerja akan
mampu meningkatkan pendapatan keluarga yang miskin dan rentan, serta membantu
ketidak setaraan," pungkasnya.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar